BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Filsafat merupakan bagian dari hasil berpikir dalam mencari
hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal dan universal. Sedangkan
filsafat Islam itu sendiri adalah hasil pemikiran filosof tentang ketuhanan,
kenabian, manusia dan alam yang didasari ajaran islam dalam suatu aturan
pemikiran yang logis dan sistematis serta dasar-dasar atau pokok-pokok
pemikirannya dikemukakan oleh para filosof Islam.
Setiap filosof pendidikan Barat maupun filosof pendidikan Islam
pasti mempunyai aliran yang dicetuskan maupun yang dianut oleh masing-masing
orang. Misalnya saja dalam filsafat pendidikan Barat ada yang namanya aliran
Nativisme, aliran Naturalisme, aliran Empirisme, aliran Konvergensi, dan
lain-lain. Tidak berbeda pula dengan filsafat pendidikan Islam, di dalamnya
juga terdapat banyak aliran yang berbeda tetapi konteks dan rujukan tetap
kepada al-Qur’an dan al-Hadist.
Dunia Islam berhasil membentuk filsafat yang sesuai dengan
prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam, para filsuf Islam
menggunakan Al-qur’an sebagai landasan pemikirannya.
- RUMUSAN
MASALAH
1. Apa saja aliran atau madzhab filsafat islam?
2. Siapa tokoh filsafat islam dan pemikirannya?
- TUJUAN
MASALAH
1. Untuk mengetahui apa saja aliran atau madzhab filsafat islam.
2.
Untuk mengetahui siapa saja
tokoh filsafat islam dan pemikirannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.ALIRAN ATAU MADZHAB FILSAFAT ISLAM
1. Aliran Peripatetik
Kata peripatetik berasal dari bahasa Yunanip ”eripatein” yang
berarti berkeliling. Dalam tradisi falsafah Islam, peripatetik disebut dengan
istilah “masysya’iyyah”. Kata ini berasal dari akar kata masya-yamsyi-masyyan
wa timsya’an, yang berarti melangkahkan kaki dari satu tempat ke tempat lain.
Dari akar kata tersebut kemudian tersusun kata al-masysya’un, yaitu para
pengikut Aristoteles. Merujuk kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan
mengelilingi muridnya ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara
metodologis atau epistimologis adalah menggunakan logika formal yang
berdasarkan penalaran akal.
Dalam filsafat Islam, aliran peripatetik pertama kali
diperkenalkan oleh Al-Farabi. Dan secara besar-besaran mencapai puncaknya
secara sempurna di tangan Ibn Sina. Namun dalam perkembangan selanjutnya,
aliran ini pada umumnya dipakai oleh para filosof Islam, seperti Ibn Bajjah dan
Ibn Thufail, yang dikenal sebagai dua filosof Islam yang mengembangkan
filsafat peripatetik dalam konteks filsafat yang lebih luas. Bahkan pada
abad pertengahan Islam, seperti Mulla Shadra,ia banyak bergantung pada
filsafat peripatetik ibn Sina. Di tangan para filosof muslim, aliran
peripatetik mengalami pengluasan di bidang obyek pembahasan, baik secara
epistemologi maupun ontologi. Epistemologi peripatetik Islam memakai
metodologi yang sifatnya diskursif dan rasional dalam mencari solusi menghadapi
persoalan-persoalan filsafat. Ontologi peripatetisme islam menganut dua ajaran
yang pertama, bahwa segala yang wujud di alam semesta memiliki materi dan
bentuk. Segala sesuatu dapat dikatakan berwujud bila memiliki materi dan bentu.
Kedua, filsafat emanasi yang menjelaskan tentang proses penciptaan alam. Alam
yang beraneka ragam ini diciptakan oleh Allah Yang Maha Esa. Hal ini
menunjukkan eksistensi Allah Yang Maha Tinggi dan alam yang bersifat rendah
atau fana
2.
Aliran Iluminasionis
(isyraq)
Filsafat Iluminasionis atau isyraq adalah sebuah pemikiran
filosofis yang dasar epistemologinya adalah hati atau intuisi. Secara
prosedural, logika yang dibangun adalah sama dengan logika emanasi dalam
paripatetisme. Namun secara substansial keduanya mempunyai perbedaan yang
mendasar.
Aliran iluminasionis mengungkapkan pemikiran teosofi Suhrawardî
yang memuat konsep metafisikanya. Pada bagian ini, Suhrawardî menjelaskan
konsep teosofi yang berpusat pada kajian cahaya sebagai media simbolik.
Suhrawardî mengelaborasi cahaya untuk mengungkapkan kesatuan pemikirannya baik
pada tataran epistimologi, teologi, dan ontologi. Pembahasan utama pada bagian
ini meliputi hakikat cahaya, susunan wujud, aktivitas cahaya, cahaya dominan,
pembagian barzakh, persoalan alam akhirat, kenabian, dan nasib perjalanan
manusia menuju purifikasi jiwa.
Menurut Seyyed Hossein Nasr, sumber-sumber pengetahuan yang
membentuk pemikiran iluminasionis Suhrawardi terdiri atas lima aliran,yaitu:
1. Pemikiran-pemikiran sufisme
2. Pemikiran filsafat peripatetik Islam
3. Pemikiran filsafat sebelum Islam.
4. Pemikiran-pemikiran Iran-kuno sebagai pewaris langsung hikmah yang
turun sebelum datangnya bencana taufan yang menimpa kaum Idris.
5. Berdasarkan pada ajaran Zoroaster dalam menggunakan
lambang-lambang cahaya dan kegelapan
3.
Aliran Irfani
Irfan dari kata dasar bahasa Arab semakna dengan ma’rifat, berarti
pengetahuan. Tetapi ia berbeda dengan ilmu. Irfani atau ma’rifat berkaitan
dengan pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat pengalaman, sedang ilmu
menunjuk pada pengetahuan yang diperoleh lewat transformasi atau
rasionalitas.Secara epistemologis, irfani merupakan pengetahuan yang diperoleh
dengan cara pengolahan batin atau ruhani bersifat intuitif, yang kemudian
diungkapkan secara logis.
Pengetahuan irfani tidak didasarkan atas teks dan rasio, tetapi
pada kasyf, tersingkapnya rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan. Disebutkan juga
bahwa Irfani ini erat kaitannya dengan konsep tasawuf. Karena itu, pengetahuan
irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks tetapi dengan olah ruhani, yang
disebut zauq, di mana dengan kesucian hati, diharapkan Tuhan akan melimpahkan
pengetahuan langsung kepadanya. Masuk dalam pikiran, dikonsep kemudian
dikemukakan kepada orang lain secara logis. Dengan demikian pengetahuan irfani
setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan.
1. Persiapan
Untuk bisa menerima limpahan pengetahuan (kasyf), seseorang harus
menempuh jenjang-jenjang kehidupan spiritual. Setidaknya ada tujuh tahapan yang
harus dijalani, mulai dari bawah menuju puncak taubat, wara` (menjauhkan diri dari
segala sesuatu yang subhat), zuhud (tidak tamak dan tidak mengutamakan
kehidupan dunia), faqir (mengosongkan seluruh pikiran, tidak menghendaki apapun
kecuali Tuhan SWT), sabar, tawakkal, ridla.
2.
Penerimaan
Jika telah mencapai tingkat tertentu dalam sufisme, seseorang akan
mendapatkan limpahan pengetahuan langsung dari Tuhan secara illuminatif
(pencerahan). Pada tahap ini seseorang akan mendapatkan realitas kesadaran diri
yang demikian mutlak (kasyf), sehingga dengan kesadaran itu ia mampu melihat
realitas dirinya sendiri (musyâhadah) sebagai objek yang diketahui. Namun,
realitas kesadaran dan realitas yang disadari tersebut, keduanya bukan sesuatu
yang berbeda tetapi merupakan eksistensi yang sama, sehingga objek yang
diketahui tidak lain adalah kesadaran yang mengetahui itu sendiri, begitu pula
sebaliknya.
3.
Pengungkapan
Yakni pengalaman mistik diinterpretasikan dan diungkapkan kepada
orang lain, lewat ucapan atau tulisan. Namun, karena pengetahuan irfani bukan
masuk tatanan konsepsi dan representasi tetapi terkait dengan kesatuan simpleks
kehadiran Tuhan dalam diri dan kehadiran diri dalam Tuhan, sehingga tidak bisa
dikomunikasikan, maka tidak semua pengalaman ini bisa diungkapkan.
4.
Aliran Al-hikmah al-muta’aliyah
Aliran Filsafat hikmah muta’aliyah, diwakili oleh seorang filosof
Syi’ah abad ketujuh belas Shadr al-Din al-Syirazi, yang lebih dikenal dengan
nama Mulla Shadra. Mulla Shadra adalah seorang filosof yang telah berhasil
mensintesiskan ketiga aliran filsafat yang telah didiskusikan pada pada
fasal-fasal sebelum ini yaitu Peripatetik, Iluminasi dan ‘Irfani. Al-Hikmah
al-muta’aliyah bukan saja menampilkan pemikiran, tetapi juga menguasai
pemikiran itu dengan bukti-bukti nash, baik al-Qur’an maupun Hadis.
- TOKOH
FILSAFAT ISLAM DAN PEMIKIRANNYA
1. Tokoh Aliran paripatetik
·
Al kindi
Nama lengkapnya abu Yusuf ya’kub ibnu ishak ibnu Al-shabbah ibnu
‘imran ibnu Muhammad ibnu Al-Asy’as ibnu qais Al-kindi, alkindi dinisbahkan
kepada kabilah terkemuka pra islam yang merupakan cabang dari bani kahlah yang
menetap diyaman. Al-kindi termasuk orang yang beruntung, ketika dibagdad ia
dengan cendikiawan Persia dan suria, yang diduga dari merekalah ia mendapat
bimbingan sehingga ia menjadi seorang diantara sedikit orang islam Arab yang
menguasai bahasa yunani dan siryani, atau kedua-duanya sekaligus
Salah satu usaha Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia
islam dengan cara mengetok hati umat supaya menerima kebenaran walaupun dari
mana sumbernya.Menurutnya kita tidak pada tempatnya malu mengakui kebenaran
dari mana saja sumbernya. Al-kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filsof
terhadap Al-quran,sehingga menghasilkan persesuaian antara wahyu dan
akal,antara filsafat dan agama.
·
Al Farabi
Al-farabi nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad ibnu Muhammad
ibnu Tarkhan ibnu Auzalagh, yang bisa di singkat saja menjadi Al-farabi.Ia
dilahirkan di Wasij,Distrik farab,Turkistan pada tahun 257 H/870 M.
Al-farabi benar-benar memahami filsafat Aristoteles yang dijuluki
al-Mu’allim al-Awwal. Sehingga tidak mengherankan bila ibnu sina,yang
menyandang predikat al-syeik al-rais (kiyahi utama) mendapatkan kunci dalam
memahami filsafat aristoteles dari buku al-farabi,yang berjudul fi aghradhi ma
ba’d al-thabi’at. Pandangan Al-farabi mengenai daya imajinasi layak mendapat
perhatian khusus karena peran imajinasi dalam soal kenabian dan ketuhan,
menurut Al-farabi imajinasi merupakan daya penyimpan dan penimbang, yang
bertanggung jawab atas penyimpanan citra atau kesan mengenai hal-hal yang dapat
diindra setelah mereka lenyap dari indra maupun pengontrolan atas citra
tersebut dengan menyusun dan mengurainya untuk kemudian membentuk citra yang
baru[1]. Al-farabi berkeyakinan bahwa filsafat yang bermacam-macam itu
hakikat yang satu, yaitu sama-sama mencari kebenaran yang satu.
·
Ibn sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Alial-Husain ibnu abd Allah ibnu
hasan ibnu Ali ibn Sina.Dibarat popular dengan sebutan Avicenna akibat dari
terjadinya metamorphose Yahudi-Spanyol-Latin. Dengan lidah spanyol kata ibnu
diucapkan aben atau Aven.Terjadinya perubahan ini berawal dari usaha
penerjemahan nashah-nashah Arab kedalam bahasa latin pada pertengahan abad
kedua belas di spanyol.
Ibni Sina sejak usia muda telah menguasai beberapa disiplin
ilmu,seperti Matematika,fisika,kedokteran,astronomi,hukum dan lain-lain.Bahkan
dalam usia sepuluh tahun dia telah hafal alquran seluruhnya. Atas
keberhasilannya ibnu Sina dalam mengembangkan pemikiran filsafat sehingga dapat
dinilai bahwa filsafat di tangannya telah mencapai puncaknya,dan arena
prestasinya itu, ia berhak memperoleh gelar kehormatan dengan sebutan Al syeik
ar rais (kiyahi ulama).
·
Ibn Rusyd
Abu Al-walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn rusyd dilahirkan
di cordova,Andalus pada tahun 510 H/1126 M,sekitar lima belas tahun wafatnay
Al-ghazali ia lebih popular dengan Ibnu Rusyd. Dalam bukunya manahij
al-addillah ibnu Rusyd berusaha membuktikan adanya Allah dengan apa yang
disebutnya dalil inayah, pembuktian adalah sebagai berikut , bahwa tatanan alam
dibuktikan melalui harmoni yang bisa dilihat pada bagian-bagiannya dan pada
benda-benda yang ada didalamnya. Ia tidak hanya harmoni permukaan dan alhir
saja tetapi juga harmoni dalam batin dan intinya, yang mengingatkan kita kepada
tujuan internal yang dikatakan oleh kant, harmoni ini bukan kebetulan sich,
tetapi merupakan ciptaan tuhan yang maha pengatur dan bijak.[2]
Suatu hal yang sangat mengagumkan ialah hampir seluruh hidupya ia
bergunakan untuk belajar membaca.Menurut Ibnu abrar,walaupun rasanya terlalu
funtastis sejak mulai berakal Ibnu Rusyd tidak pernah meninggalkan berfikir dan
membaca,kecuali pada malam ayahnya meninggak dan malam perkawinannya.
Kesibukan Ibnu rusyd sebagai pejabat Negara,ketua mahkamah
agung,guru besar,dan kedokteran istana menggantikan Ibnu Thufail yang sudah
tua,tidak menghalanginya dalam menulis,bahkan ia sangat produktif dengan
karya-karya ilmiyah dalam beberapa bidang ilmu pengetahuan.
2.
Tokoh Aliran Iluminasionis
a.
Suhrawardi
Syaikh Syihab Al-Din Abu al-futuh Yahya ibn Habasy ibn Amirak
al-Suhrawardi, dilahirkan di Suhraward, Iran Barat Laut, dekat Zanjan pada
tahun 548 H/1153 M. Ia dikenal dengan syaikh al-isyraq (Bapak Pencerahan),
Al-Hakim (Sang Bijak), Al-Syahid (Sang Martir), dan Al-Maqtul (Yang Terbunuh).
Julukan Al-Maqtul bekaitan dengan kematiannya yang dieksekusi.
Al-Suhrawardi belajar kepada seorang faqih dan teolog terkenal,
yaitu Majduddin Al-jili, guru Fakhruddin Al-Raji. Dia belajar logika kepada
Ibnu Sahlan Al-Sawi, penyusun kitab Al-Bashair Al-Nashiriyyah. Selain itu ia
juga bergabung dengan para sufi serta hidup secara asketis. Dan di Halb ia
belajar kepada Al-Syafir Iftikharuddin.
Ketiga pemikiran utama dari Suhrawardi adalah:[3]
1. Cahaya, disini cahaya dibagi dua; pertama, cahaya dalam
realitas dirinya dan untuk dirinya. Cahaya ini merupakan bentuk asli, paling
murni dan tidak tercampur unsur kegelapan sedikitpun, cahaya yang paling
mandiri. Kedua, cahaya dalam dirinya sendiri tapi untuk sesuatu yang lain. Cahaya
ini bersifat aksidental dan terkandung di dalam sesuatu yang lain. Cahaya yang
tercampur dengan unsur kegelapan.
2. Kegelapan, kegelapan pun di bagi dua; pertama, kegelapan
murni disebut substansi kabur (al-Jauhar al-Ghasiq). Kedua, kegelapan yang terdapat
di dalam sesuatu yang lain, sudah terkontaminasi.
3. Barzakh (ishmus), yaitu pembatas, penyekat antara cahaya
yang ada diatasnya dan cahaya yang ada dibawahnya. Perantara, penghubung antara
yang nyata dengan yang gaib. Penghubung gelap dan terang, bentuk asli dari
barzakh sendiri adalah gelap. Barzakh diumpamakan sebagai kaca riben.
b. Al Ghazali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al Ghazali al Thusi
(Hujjatul Islam) dilahirkan pada tahun 450 H /1058 M di Ghazalah sebuah daerah
yang berdekatan dengan Thus yang termasuk kekuasaan Khurasan di Persi. Al
Ghazali adalah seorang murid yang rajin dan sungguh-sungguh sehingga ia dapat
menguasai berbagai disiplin ilmu seperti fiqih, ushul fiqih, mantiq dan
filsafat bahkan ia termasuk yang menguasai dengan baik ilmu kalam Asy’ari.
Dengan kemampuannya itu ia dapat memahami pemikiran-pemikiran para
filosof dan mengkritisinya serta menolak hal-hal yang bertentangan dengan
ajaran Islam. Bahkan ia banyak menulis materi-materi tersebut, karya-karyanya
merupakan yang terbaik pada masa itu sehingga orang-orang banyak yang hormat
dan kagum padanya.Pemikiran al ghazali lebih banyak dipengaruhi oleh
pemikiran thomas aquinas dan immanuel kant.
c. Jalaludin ar rumi
Nama Asli Rumi adalah Muhammad Jalaluddin. Tetapi kemudian, ia
terkenal dengan sebutan Maulana al-Rumi atau Rumi saja. Ia dilahirkan pada
tanggal 6 Robiul Awwal 604 H (30 September 1207 M) di Balkh, yang pada saat itu
masuk dalam wilayah kerajaan Khawarizm, Persia Utara. Rumi Lahir dari benih
unggul. Dari pihak ayah, ia mempunyai garis keturunan Abu Bakar al-Shiddiq,
sedangkan dari pihak ibu, ada hubungan darah dengan Ali ibn Abi Thalib. Ia juga
termasuk keluarga kerajaan, karena kakeknya, Jalaluddin Huseyn al-Katibi,
menikah dengan putri raja 'Ala al-Din Muhammad Khawarizm Syah. Dari perkawinan
ini, lahirlah ayah Rumi yang bernama Muhammad, yang selanjutnya ia bergelar
Baha' al-Din Walad, tokoh ulama dan guru besar di negerinya di masa itu yang
juga bergelar Sultanu al-Ulama'.
Salah satu hal yang menarik dalam pemikiran Rumi adalah tentang
sistem filsafatnya yang diyakini sebagai sebuah sistem filsafat yang terbuka.
d. Ibn Arabi
Nama lengkapnya Muhammad Ibnu Ali ibnu Muhammad Ibnu ’Arabi al
Tha’i al Hatimi. Ibnu ‘Arabi dilahirkan pada
17 Ramadan 560 H, bertepatan dengan 28 Juli 1165 m, di Mursia, Spanyol bagian
tenggara. pemikiran Ibnu ‘Arabi dapat
dilihat dari dua sudut pandang, yakni tasawuf dan filsafat, meskipun tidak
secara murni. Jika dalam membahasnya kita menggunakan kacamata tasawuf, maka
pemikirannya dapat dikategorikan tasawuf filosofis. Jika menggunakan kacamata
filsafat, maka pemikirannya dikategorikan filsafat mistis.
e. Tokoh Aliran Al-hikmah Al-muta’aliyah
(Mulla Shadra)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ibrahim bin yahya al-Qamawi
al-Syirazy, yang bergelar Shadr al-Din dan lebih popular dengan sebutan Mulla
Shadra atau Shard al-Muta’alihin, dan dikalangan murid-murid serta pengikutnya
disebut ‘Akhund’.
Dia dilahirkan di Syraiz sekitar tahun 979-80 H/1571-72 M dalam
sebuah keluarga ysng cukup berpengaruh dan terkenal, yaitu keluarga Qawam.
Ayahnya adalah Ibrahim bin yahya al-Qawami al-Syirazy salah seorang yang
berilmu dan saleh, dan dikatakan pernah menjabat sebagai Gubernur Provinsi
fars. Secara sosial-politik, ia memeiliki kekuasaan yang istimewa di kota
asalnya, Syiraz.
Pada sumber-sumber tradisional, tahun kelahinnya tidak ditetapkan,
dan baru diketahui kemudian ketikan ‘Alamah sayyid Muhammad Hussein Tabtaba’I
melakukan kereksi terhadap edisi baru Al-Hikmah Al-Muta’aliyyah dan
mempersiapkan penerbitannya. Pada catatan pinggir yang ditulis oleh
pengarangnya sendiri, ketika ia membicarakan tentang kesatuan antara subyek
yang berfikir dan objek pemikirannya (dalam istilah filosofinya dikenal sebagai
ittihad al-aqil bi al-ma’kul), ditemukan kalimah sebagai berikut: “ Aku
memperoleh inspirasi ini pada sa’at matahari terbit dihari jum’at, pada tanggal
7 Jumadi al-Ula tahun 1037 (bertepatan dengan 14 januari 1628), ketika usiaku
telah mencapai 58 tahun’’.
Pendidikan formal Mulla Shadra tampaknya telah mempersiapkan
dirinya untuk mengemban tugas yang maha besar ini. Mengikuti penjelasannya
sendiri dalam Al-Asfhar Al-Arba’ah, para sejarawan membagi biografi Mulla
Shadra ke dalam tiga periode:
1. Periode pertama
Pendidikan formalnya berlangsung di bawah guru-guru terbaik pada
zamannya. Tidak sama seperti filosof lainnya, dia menerima pendidikan dari
tradisi Syiah: fiqih Ja’fari, ilmu hadis, tafsir dan syarah Al-Qur’an di bawah
bimbingan Baha‘uddin al-‘amali (w. 1031 H/1622 M), yang meletakkan dasar
fiqih-baru Syi’ah. Selanjutnya ia belajar pada filosof peripatetik Mir
Fenderski (w. 1050 H/1641 M) namun gurunya yang utama adalah teolog-filosof,
Muhammad yang dikenal sebagai Mir Damad (1041 H/1631 M). Damad nampaknya
merupakan pemikir papan atas yang mempunyai orisinilitas dan juga dijuluki Sang
Guru Ketiga (setelah Aristotles dan Al-Farabi). Tampkanya, ketika Mulla
Shadra ini muncul, filsafat yang ada, dan yang umumnya diajarkan, adalah
tradisi neoplatonik-peripatetik Ibn Sina dan para pengikutnya.
2.
Periode kedua
Dia menarik diri dari khalayak dan melakukan uzlah di sebuah desa
kecil dekat Qum. Selama pereode ini, pengetahuan yang diperolehnya
mengalami kristalisasi yang semakin utuh, serta menemukan tempat dalam mengasah
kreativitasnya. Beberapa bagian dari Al-Asfar al-Arba’ah disusunnya pada
pereode ini.
3.
Periode ketiga
Dia kembali mengajar di Syiraz, dan menolak tawaran untuk mengajar
dan menduduki jabatan di Isfahan. Semua karya pentingnya dia hasilkan dalam
pereode ini. Dia tidak berhenti untuk menghidupkan semangat kontemplatifnya dan
juga melakukan praktek asketis -sebagaimana disebutkan dalam karyanya- sehingga
beberapa argument filosofisnya dia peroleh melalui pengalaman-pengalaman
visionernya (mukasyafah).
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Filsafat berasal dari
bahasa Yunani yaitu Philos dan Sophia yang berarti cinta
kebijaksaan atau belajar. Lebih dari itu dapet di artikan cinta belajar pada
umumnya termasuk dalam suatu ilmu yang kita sebut sekarang dengan filsafat.
Aliran utama filsafat pendidikan islam yang telah dibahas memiliki pendapat
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
B. Kritik dan Saran
Demikian makalah yang dapat
kami susun, apabila masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan
maupun penyampaian, saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki
makalah selanjutnya.
Daftar Pustaka
Dr. Ibrahim madkour, 2004. aliran dan teori filsafat islam.
Jakarta: bumi aksara
Syaifan Nur, , 2001. Filsafat Wujud Mulla Shadra .
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Thawilahyar dasoeki, 1993. Sebuah komplikasi filsafat islam.
Semarang: Dina utama semarang
http://ayinfisafat.blogspot.co.id/2014/11/mulla-sadra.html
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah yang bijak Hormati orang orang diseketarmu yang sudah bersusah payah menulis artikel ini.